Ilustrasi |
Hal itu mencuat dalam diskusi yang digelar Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) di Hotel InterContinental, Jakarta, Rabu (15/2/2012).
"Sekitar 95 persen koneksi internet di Tanah Air masih memakai koneksi wireless, sisanya memakai kabel. Indonesia itu salah kaprah," kata Chairman Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya, teknologi wireless itu didesain untuk low traffic. Namun, di Indonesia, koneksi itu malah digunakan untuk traffic tinggi. Akibatnya, koneksi internet di Indonesia terkesan lambat.
Padahal, kata Setyanto, sebagai negara berkembang, justru koneksi fixed broadband yang harus diperbesar, bukan malah koneksi wireless.
Mastel mendesak pemerintah untuk segera membangun jaringan fixed broadband, baik yang berbasis kabel maupun serat optik, untuk koneksi internet di Tanah Air.
Setyanto menjelaskan, selama ini pemerintah terkesan lepas tangan dalam membangun infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Semua kesannya diserahkan kepada operator dan swasta.
Dengan fixed broadband, koneksi internet akan jauh lebih cepat dan lebih stabil dibandingkan dengan wireless broadband.
Jumlah pengguna internet bergerak (mobile) di Indonesia pada 2010 sekitar 39,6 juta pengguna. Diperkirakan pada 2015, jumlah pengguna internet bergerak di Tanah Air akan mencapai 145,2 juta pengguna.
Sementara pengguna satuan sambungan telepon (SST) atau fixed line pada saat ini hanya tidak lebih dari 15 juta pengguna.
Skema yang bisa diterapkan
Seharusnya, Indonesia juga mencontoh Australia yang telah membangun jaringan fixed broadband untuk warganya.
Konsep yang ditawarkan Negeri Kanguru itu menyerahkan segala pembangunan fixed broadband kepada semacam badan usaha milik daerah (BUMD).
Cara yang sama juga telah diterapkan di Perancis. Negara tersebut memakai pola pendanaan dari public private partnership (PPP).
Di Indonesia, PPP tidak diterapkan di industri telekomunikasi. Adanya justru di industri listrik.
"Padahal, kalau mau gampang, seharusnya tinggal copy paste saja dari PPP listrik itu. Saya sudah koar-koar 4-5 tahun lalu, tetapi tidak ada yang menggubris," katanya.
Untuk bisa membangun fixed broadband tersebut, pemerintah bisa mendapatkan dana dari ICT Fund. Walau dana ICT Fund tersebut berasal dari uang operator yang dititipkan kepada pemerintah.
Setyanto mengaku, perpaduan dana dari pihak pemerintah dan swasta ini bisa digunakan untuk membangun fixed broadband agar koneksi internet di masyarakat bisa terjaga.
"Komposisi pendanaannya tidak harus berbagi rata dengan pemerintah dan operator. Namun, kalau operator itu kuat, dia bisa membangunnya sendiri," tuturnya.
Kenapa harus "fixed broadband"?
Jaringan fixed broadband diyakini akan memberikan kecepatan dan kestabilan koneksi internet lebih baik dibandingkan dengan jaringan wireless.
Oleh karena itu, pembangunan fixed broadband dinilai lebih penting. Terutama mengingat kondisi geografis Indonesia dengan ribuan pulau.
"Tapi yang lebih penting adalah industri konten akan tumbuh, seperti game dan musik yang menggunakan koneksi internet," kata Setyanto.
Saat ini, koneksi internet cenderung menjadi kebutuhan masyarakat. Masyarakat juga mengakses konten hiburan yang memerlukan kecepatan dan kestabilan koneksi internet.
Senior Consultant ICT Practice Frost & Sullivan, Iwan Rachmat, menambahkan, perkembangan fixed broadband akan menambah lalu lintas e-commerce di Tanah Air.
"Ke depan industri e-commerce akan tumbuh signifikan, tetapi syaratnya harus didukung oleh koneksi internet yang cepat dan stabil," ungkap Iwan.
Para operator pun akan menggenjot pembangunan infrastrukturnya, terutama fixed broadband, karena tertarik oleh pengguna pasar data yang semakin besar.
0 comments :
Posting Komentar